Jumat, 15 Maret 2013

Ngajar & Belajar

Hotel Kembar, 15 Maret 2013

Ternyata mengajar itu adalah sebuah seni, seni bagaimana kita menyampaikan sesuatu kepada orang lain agar bisa dipahami dan dimengerti dengan baik. Mengerti substansi kayaknya adalah kunci utama agar bisa jadi seorang pengajar. 

Kejadian hari ini adalah saya dipalak buat ngajar oleh para senior. Ambil positifnya aja lah, mereka pengen saya cepat bisa, so mau ga mau harus berani tampil. Permasalahannya adalah saya belum paham banget sama materinya. Terpaksa harus semedi semalaman biar bisa kasih performa yang ga malu-maluin. Oiya yang mau kita latih disini adalah konsultan pendampingan.

Tapi tetap aja pengalaman dan jam terbang ga bisa bohong. Seseorang dengan pengalaman kerja yang mumpuni ternyata lebih bisa memberikan contoh dan jawaban berdasarkan kejadian real yang tentunya akan lebih meyakinkan. Jam terbang yang cukup ternyata bisa membentuk karakter seseorang supaya bisa tetap tenang pas menghadapi audience. 

Dan saya enggak punya pengalaman dan jam terbang yang cukup. Lumayan grogi waktu mau masuk kelas, keringat dingin mulai terasa trus jadi kebelet mo ke belakang (ampun deh). Akhirnya sesi berjalan, apa yang udah dipelajari tadi malam coba dikerahkan. Enggak tau hasilnya bagus atau tidak, yang jelas udah berusaha. 

Baru sadar aja, yang susah jadi pengajar adalah menemukan cara atau metode penyampaian yang tepat biar orang lain ngerti apa yang kita omongin. And, point of view from the all participant is you. It is nothing about your slide but how do you deliver the message is the most important thing. 

Tapi ada juga sih hal yang lucu, waktu masuk kelas peserta langsung pada suit-suit. Langsung pada teriak, kenalan dulu Mbak, nama, no telpon, alamat, umur, status. Saya cuma bisa jawab, harus ya Pak? Eh malah dijawab iya donk (mampus deh dikerjain sama Bapak-Bapak). Masuk ke materi belum ada masalah, tapi pas masuk sesi pertanyaan lumayan bingung ngejawab. Sumpah pusing banget ngejawab pertanyaan mereka.

Pas sesi selesai rasanya plong banget kayak orang yang lagi punya bisul terus bisulnya pecah. Selesai sesi peserta kasih tepung tangan sambil suit-suit, sumpah waktu itu muka saya merah deh kayaknya. Pas mau keluar, parahnya lagi ada peserta yang minta foto bersama. Mau diiyain gimana gitu rasanya, mau ditolak juga ga enak. Ga tau deh muka saya bentuknya gimana waktu itu. Udah campur aduk antara malu, meringis, cemberut dan lain-lain. 

Yang jelas pengalaman hari ini, campur aduk antara bingung, malu, dan juga bersyukur sudah dikasi kesempatan buat belajar menjadi seorang pengajar. Mungkin benar apa kata pepatah hidup tu selalu belajar, apapun yang kita lakuin dalam hidup adalah suatu pembelajaran buat kita.

Kalo kita ngerasa gagal dalam hal apapun (kerjaan, pertemanan, percintaan, ato apapun itu), don't worry it's just the way to get the best in our life. Yang udah-udah lupain aja, yang kita anggap ga ngenakin buat kita, buang aja jauh-jauh ke laut.

Senin, 11 Maret 2013

Provinsi Berkebutuhan Khusus

Slipi, Senin 11 Maret 2013

Hmmm, hari ini keinginan buat nulis lagi muncul. Munculnya keinginan ini didasari oleh sesuatu perasaan yang enggak tau mau dicurahin kemana lagi. Daripada cawan hati saya luber menampungnya sendirian, lebih baik disalurkan ke sesuatu yang positif yaitu nulis, sekalian mengasah kemampuan buat nyusun thesis dimasa yang akan datang, amin....enggak pake Sjukrul (Pak Sjukrul Amin adalah nama Direktur kita periode yang lalu, peace Pak, love you always deh hehe)

Topik hari ini adalah sebuah Provinsi yang karena banyak sekali ditemukan hal-hal aneh dengannya, yang kadang ga bisa dinalar pake logika, maka dengan resmi saya nobatkan Provinsi tersebut dengan sebutan Provinsi Berkebutuhan Khusus. Siapakah Provinsi itu? dan kenapa disebut berkebutuhan khusus?

Provinsi tersebut adalah Sumatera Barat. Mungkin teman-teman yang orang Minang bakal pada protes, kenapa Sumatera Barat? Sebelumnya yang ingin saya tegaskan adalah hal ini murni berdasarkan analisa saya, dan mungkin saja berbeda dengan yang orang lain rasakan.

Hal ini masih ada kaitannya dengan program yang saya tangani di kantor. Program ini sedang dilaksanakan di 32 Provinsi di Indonesia kecuali di Papua Barat dan saat ini kami sedang mengundang tenaga konsultan pendamping dari seluruh Provinsi tersebut untuk dilatih di Jakarta.

Tipikal orang Minang memang bermacam-macam tapi yang saya amati dari beberapa orang Minang yang pernah saya kenal adalah sebagian berwatak keras, kalau berbicara selalu jujur, terkadang agak blak-blakan tanpa memperhatikan perasaan orang lain, minim koordinasi dan melaksanakan sesuatu menuruti kemauannya tanpa bertanya ke orang lain.

Salah seorang konsultan pendamping Sumatera Barat sikapnya seperti itu tadi. Pada saat pelatihan, masuk kelas telat dan selesai pelatihan kerjaannya malah marah-marah dan banyak protes karena waktunya molor. Sekarang silahkan pikir pakai logika ya Bapak-Bapak yang terhormat. Akankah waktu akan molor kalau Bapak bisa masuk tepat waktu? Pake mengeluarkan statement "panitia bakal dapat kejadian buruk dalam minggu ini gara-gara sesi selesai bertepatan dengan waktu magrib" ckckck. Apa anda sederajat dengan Tuhan sampai-sampai bisa menentukan kejadian baik dan buruk seseorang. So amazing kayak spiderman deh.

Lumayan shock juga denger kata-katanya coy, dengan statusnya sebagai konsultan pendamping atau fasilitator, hal utama yang harus dimiliki adalah attitude yang baik, tanpa attitude yang baik kami tidak yakin anda bisa memfasilitasi orang lain dengan baik. Dan mohon maaf, kami sudah melaporkan sikap Bapak ke atasan Bapak di daerah, agar dapat dipertimbangkan kembali kontrak anda. Kalo aja ada 100 orang dengan keahlian kayak Bapak (ahli apa sih? ahli protes dan bikin rusuh) di negara ini, jangan heran kalo bakal sering terjadi tawuran. Dan kapan bisa majunya bangsa kita ini.

Masih di Provinsi yang sama dan program yang sama, pelaku lainnya adalah seorang tenaga pendamping bantuan dari negara donor, sama-sama berkedudukan di provinsi dan bertugas mengawal pemerintah provinsi untuk melaksanakan fungsi dan perannya dalam program ini. Tenaga untuk provinsi Sumbar cukup unik, dan menurut saya ga beda jauhlah sama para fasilitatornya.

Laporan dari pihak Provinsi si tenaga pendamping dari negara donor ini tidak bisa bersinergi dengan para fasilitator yang ada. Parahnya lagi ni orang suka adu domba antara orang daerah dengan para fasilitator. Heran deh ngeliat hal ini, kerja bukannya untuk saling menutupi kekurangan tapi saling mencari kekurangan. Puncaknya si tenaga pendamping ini melapor ke atasan saya bahwa Pemda Sumatera Barat tidak efektif. Untungnya atasan saya waktu itu lagi sabar, laporannya masih diterima dengan baik tanpa dampratan.

Pernah suatu waktu saya nguping si tenaga pendamping ini cerita sama atasan saya, dia bilang saya udah berdarah-darah Pak meyakinkan Bupati dari ini dan Itu. Yang aneh adalah sebenarnya tugas mendampingi Kab/Kota bukan tugas si Bapak, tapi kenapa dia malah ngerjain itu, kerjaan sendiri ga dilaksanakan, please deh Pak.

Terkait sama pembangunan fisik di Sumbar, ada lagi nih hal yang bikin surprise. Kali ini sarana fisik yang bermasalah adalah saluran drainase. Secara teori saluran drainase dibangun untuk mengatasi genangan air di kawasan permukiman ato bahasa langsungnya mengatasi banjir. Suatu saat muncullah usulan kegiatan drainase dari Sumbar, untuk meyakinkan bahwa kegiatan tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan dilaksanakanlah survey lapangan. Yang mencengangkan adalah hasil survey menunjukan bahwa saluran drainase akan dibangun di areal persawahan bukan di areal permukiman dimana genangan air biasanya terjadi. Apa yang mau dialirkan coba, air sawahnya? Itu namanya bukan saluran drainase Pak, tapi saluran irigasi. So surprise banget sama ini provinsi.

Kejadian ini, bikin saya mikir dua kali kalau disuruh pergi ke Sumatera Barat dalam rangka kerja, tapi kalau dalam rangka liburan...yuks let's go



Selasa, 05 Maret 2013

Hanya Coretan Kecil

Boulevard Manado, Selasa, 5 Maret 2013

Salah satu kota yang saya senangi adalah Manado, terlepas dari orang-orang Manado yang kasep & geulis, saya suka kota ini karena ternyata kotanya cukup bersih bersih. Coba deh perhatikan, sepanjang jalan protokol sangat sedikit sampah berserakan, ga heran kalo kota ini selalu dapat penghargaan Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Dan hari ini, saya sedang kembali terdampar disini. Berangkat kesini sangat tidak terencana sama sekali. Banyak hal yang mewarnai keberangkatan, mulai dari hal yang bikin senewen, konyol sampai merugikan. Tapi itulah kehidupan, kata orang-orang ya emang banyak lika-likunya. Teman kuliahku si Nenek, paling sering ngomong gini : Ngapain kita hidup, kalo datar-datar doang, g seru tau. Komentar saya : ya iya sih nek, asal lika-liku dan tanjakannya ga curam ajja, kalo curam ya bengek juga yang ngejalanin haha.

Pertama yang bikin senewen adalah disposisi buat berangkat di awal bukan ke saya, alhasil saya tenang-tenang aj di Jakarta, masih menjalankan kewajiban menjadi panitia pelatihan di suatu kegiatan. Senin siang tiba-tiba datanglah email dan sms yang menugaskan saya untuk berangkat. Walah kenapa jadi saya, bukankah para senior yang akan berangkat, tapi ya sudahlah, mari kita terima tugas dengan senang hati, toh posisi saya juga sebagai seksi sibuk, bukan pemain utama. Sekilas pas baca undangan, kegiatan di Manado bakal dimulai di hari Rabu, dari situ saya berpikir tiket kemungkinan bakal dibeli buat keberangkatan Selasa sore atau Rabu pagi. 

Senin malam itu, pukul 23.00 WIB bergetarlah hp butut saya, isinya kode booking dan jadwal berangkat. Esok hari pukul 10.00 WIB, whatsss..Saya masih jadi panitia pelatihan Bu, kenapa cepat banget berangkatnya, kerjaan saya disini gimana, kepala tiba-tiba langsung tuing-tuing. Rupanya tidak ada lagi kompromi dan saya tetap harus berangkat. Hati agak gondok juga, tapi tetap harus dijalani dengan senang hati biar ga cepat tua. Alhasil mendadak jadi amnesia dulu sama kerjaan di Jakarta buat sesaat, mohon maaf buat yang mendapat luncuran kerjaan saya. Tangan saya cuma sepasang, kaki juga begitu, otakpun cuma punya satu, dan saya menyadari keterbatasan itu.

Departing point saya adalah dari tempat pelatihan, bukan dari kosan. Waktu berangkat dari kos hari senin kemarin, cuma bawa 1 ransel kecil buat buku dan laptop sama tas cangklong gede buat baju 1 minggu. Karena kebingungan mau bawa tas apa buat berangkat, mau bawa ransel yang ada, eh kekecilan dan ga muat buat baju, mau bawa tas cangklong, eh kebesaran, jadinya tanpa pikir panjang saya ambil tas ransel buat peserta pelatihan di ruang panitia. Malam itu, barang-barang saya packing dan pagi siap berangkat.

Sebelum berangkat, saya sempatin mampir ke ruang panitia buat ngeprint bahan, sampai disana krek krek,, tali ransel saya putus. Untuk stok tas masih banyak, saya tuker aja sama tas yang baru lainnya. Setelah mindahin barang, saya langsung berangkat ke bandara. Tapi tas yang baru ini, terasa agak ga nyaman deh, kayak ada benda yang nusuk-nusuk pas di bagian punggung, tapi saya biarin aja soalnya lagi terburu-buru. 

Pas di taxi, rasa penasaran semakin tinggi, akhirnya saya bongkar isi tas, ga ada apa-apa. Setelah diraba-raba dan dielus-elus, ternyata sesuatu yang aneh itu muncul dari kantong tempat tali ransel, model tas sekarang tali ransel bisa dipasang dan bisa juga dilepas, tergantung kita mo pakenya gimana, jadinya ada kantong tambahan di bagian belakang tas. Sesuatu itu adalah CINCIN, rupanya tas saya sebelumnya sudah pernah ada yang pake, mungkin karena jahitannya kurang mantap, dibalikin lagi ke panitia. Jangan bayangin ini adalah cincin kawin pake permata atau berlian ataupun batu giok, tapi ini adalah cincin Bapak-Bapak. Kadang suka liat cincin kayak gini sering disakralin dan dijadiin jimat sama yang pake. Mudah-mudahan yang punya cincin ini kesaktian tidak hilang aja deh, karena cincinnya hilang hihihi. Sempat kaget dan ketawa juga tuh pas nemu cincin ini. Ngambil tas dapat bonus cincin hehehe.

Ada juga nih kejadian merugikan, karena ganti-ganti mulu jadwal kepulangan alhasil saya harus bayar Rp 600.000 biar bisa pulang sesuai jadwal. Bener-bener kamprita yang satu ini. Disini saya agak mikir, saya tuh bener-bener orang yang banyak banget pertimbangan, saking banyaknya pertimbangan jadinya labil dan merugikan diri sendiri deh. Mungkin sekali-kali kudu pake insting ato intuisi aja biar ga repot. Ngomongin intuisi sebenarnya saya terinspirasi dari seorang teman, yang bisa mengambil keputusan dengan intuisinya. Saya bisa ga ya kayak gitu.

Minggu ini, saya juga ga berani balas sms atau telpon atau nerima telpon Bapak/Ibu di rumah, udah lebih dari 1 bulan yang lalu disuruh kirim fotocopy SK buat backup Bapak/Ibu di rumah tapi selalu aja lupa. Maksud Bapak emang baik sih, gara-gara ijasah SD-SMA saya hilang, makanya Bapak pengen semua yang berbau berkas-berkas harus ada backupnya di rumah. 

Back to kota Manado, jam sudah menunjukan pukul 23.00 WITA, terkadang 1 atau 2 buah angkot masih lewat, musik angkot disini sumpah kenceng banget dan lagunya pun macem-macem mulai dari lagu Ari Lasso sampai Cherrybelle, tapi belum pernah denger lagu dangdut euy dari tadi. 

Motto hari ini yang sebenernya ga nyambung sama tulisan di atas yaitu : Mari kita tidur, sumpah ngantuk banget.